Jumat, 01 April 2011

Teks Khutbah Jumat 2

الحمد لله الذي فتح بصائر أوليائه بالحكم والعبر،واستخلص همهم لمشاهدة عجائب صنعه في الحضر والسفر،فأصبحوا راضين بمجاري القدر منزهين قلوبهم عن التلفت إلى متنزهات البصر إلا على سبيل الاعتبار بما يسبح في مسارح النظر ومجاري الفكر،فاستوى عندهم البر والبحر والسهل والوعر والبدو والحضر.اللهم صلّ وسلّم على سيدنا محمد سيد البشر وعلى آله وصحبه المقتفين لآثاره في الأخلاق والسير. أمّا بعد. فيا عباد الله اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون.
Marilah sama2 kita meningkatkan taqwa kepada Allah, dengan melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya zhahir dan batin.

Kaum Muslimin Rahimakumullah!
Allah Ta’ala berfirman:
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.

Kaum Muslimin rahimakumullaah!
Auliyaa adalah jama’ dari kata Wali. Kata Wali itu sendiri memiliki dua makna. Pertama, wazan fa’iil yg bermakna maf’uul. Artinya, orang yang urusannya selalu dijaga oleh Allah. Sehingga ia tidak terbebani sama sekali, karena Allah lah yg memeliharanya. Kedua, wazan fa’iil yaitu shighah mubaalaghah untuk kata faa’il, yaitu orang yang terus menerus beribadah dan mentaati Allah tanpa diselingi oleh makshiyat sedikitpun.
Baik definisi pertama, maupun kedua, semuanya wajib ada pada hak seorang wali. Yaitu keadaannya yg selalu memperhatikan akan hak-hak Allah dan keadaannya yg terus dijaga oleh Allah baik dalam keadaan lapang atau sempit.
Kaum Muslimin
(yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.  Orang2 beriman pada ayat ini, maksudnya adalah bahwa mereka selalu terus menerus menyaksikan tauhid baik muraqabah selalu merasa diawasi oleh Allah, atau musyahadah, selalu merasa melihat perbuatan Allah. Dan mereka selalu bertaqwa, maksudnya adalah bahwa seorang wali itu ,semua perbuatan mereka hanyalah antara wajib dan sunnat.  Tak ada perbuatan mereka yg hukumnya makruh, apalagi haram. Perbuatan mereka yg mubah pun menjadi berpahala sunnah karena selalu diiringi dengan niat yg shalih. Dan di antara syaratnya seorang Wali Allah adalah keadaannya yang mahfudz artinya selalu terjaga dari dosa, artinya mereka segera bertaubat bila sengaja atau tanpa niat yang kuat melakukan kemaksiatan. Sebagaimana Syarat seorang Nabi adalah Ma’shuum, yaitu terhindar sama sekali dari segala bentuk dosa. Siapapun yang perbuatannya bertentangan dengan syari’at, maka sesungguhnya ia tertipu.
Syaikh Abul Qaasim al-Qusyairi dalam kitab ar-Risalah beliau, berkata: saya mendengar syaikhku Abu Ali ad-daqqaq bercerita. Suatu hari Abu Yazid al-Busthomi bermaksud mengunjungi orang yang dianggap sebagai wali. Ketika beliau sampai di Mesjid orang itu, beliaupun duduk menanti2 keluarnya orang yg dianggap wali terebut. Tak lama, orang tersebut keluar dan meludah mengeluarkan dahaknya di dalam masjid. Abu Yazid pun pulang, tanpa memberi salam. Beliau berkata: laki2 ini tak dapat dipercaya terhadap adab2 sya’riah, maka bagaimana mungkin dapat dipercaya mengemban rahasia2 Allah.
Seorang Ulama dari kalangan Taabi’iin yaitu Said bin Jubair berkata: rasulullah Saw ditanya, siapakah Wali-wali Allah Ta’ala itu?. Beliaupun menjawab, mereka adalah orang-orang yg dengan melihat mereka, orang akan mengingat Allah.
Umar Bin Khattab berkata: Aku mendengar Rasulullaah bersabda: Allah memiliki hamba2 yang bukan dari kalangan para nabi dan bukan pula dari kalangan para syahid. Para Nabi dan Syahid menginginkan kedudukan mereka yg tinggi di sisi Allah. Para shahabat bertanya: beritahukanlah kepada kami siapakah mereka, dan bagaimana amal2 mereka, barangkali kami dapat mencintai mereka. Rasulullah menjawab: mereka adalah sekolompok orang yang saling mencintai karena Allah bukan karena hubungan darah atau karena harta. Demi Allah. Wajah mereka merupakan nur. Dan mereka berada di atas minbar2 dari nur, mereka tidak merasa takut pada saat manusia merasa takut, dan tidak pula mereka bersedih tatkala , manusia bersedih. Lalu Nabi membaca ayat alaa.
Kaum Muslimin Rahimakumullah
bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. Berita gembira dalam kehidupan dunia, apakah yg dimaksud? Dari Abi ad-darda’ beliau berkata: Saya bertanya kepada rasulullah Saw tetang maksud al-Busyra itu. Rasulullah berkata: semenjak ayat ini turun, tidak ada seorangpun yg mendahuluimu bertanya ttgnya. Maksud al-Busyra itu adalah ar-ru’ya ash-sholihah mimpi yg benar yg dilihat oleh orang Islam, atau ia sendiri yg melihat mimpi tersebut.  (maksudnya, orang2 bermimpi benar ttg wali itu sehingga orang yg bermimpi itu merasa gembira, dan atau si wali itu sendiri yg bermimpi benar sehingga ia sendiri merasa gembira). Hadits ini ditakhrij oleh At-Turmudzi

dan Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Tidak ada lagi kenabian kecuali Al-Mubasysyirat.” Para sahabat bertanya: “Apakah Al-Mubasysyirat itu?” Beliau saw. menjawab: “mimpi yang baik” (HR. Bukhari)

Al-Imam as-Sayid Habib Abdullah bin Alwy Al-Haddad.ra
 Mimpi adalah bagian dari kenabian1 dan memiliki alam tersendiri. Alam mimpi merupakan dinding pemisah antara kasyf yang bersifat bâthin dengan kesadaran (yaqdhoh) yang bersifat dhôhir.
Kewalian biasanya diawali dengan mimpi sebagaimana yang dialami Rasulullah saw pada awal kenabian.  Namun tidak setiap mimpi yang dialami oleh seseorang merupakan bagian dari kenabian. Bagi orang yang suka mencampuradukkan yang haq dengan yang bâthil, kecil kemungkinannya untuk bermimpi benar (sidq).  Syarat untuk dapat bermimpi benar adalah bersikap jujur dan menjauhkan diri dari khayalan- khayalan buruk.               
Adakalanya orang yang suka mencampuradukkan yang haq dengan yang bâthil mendapatkan mimpi yang benar. Namun setan menambahkan hal-hal buruk ke dalamnya sehingga ta’bîr mimpi itu menjadi kabur.               
Terhadap orang yang dalam keadaan jaga, mendengar dan berpikir, setan mampu menguasainya, apalagi sewaktu ia tidur, saat kesadarannya hilang, setan tentu lebih mampu menguasainya.               
Imam Al-Ghazali rhm menyebutkan bahwa orang yang suka berbicara sendiri tentang hal-hal yang tidak masuk akal, menyibukkan lisannya dengan pembicaraan yang sia-sia, begitu pula orang yang berdusta tentang mimpinya, maka sangat kecil kemungkinannya untuk mendapatkan mimpi yang benar. 
Dan mimpi yg sudah pasti benar adalah mimpi berjumpa Rasulullah
Abdullah bin Mas’ud ra. Bahwa Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa melihatku di dalam mimpi, maka ia benar benar telah melihat diriku karena setan tidak dapat menyerupaiku” (HR Timidzi, Ibnu Majah, Darami dan Ahmad)

Abu Hurairah ra. Meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa melihatku di dalam mimpi, maka ia benar benar telah melihat diriku karena setan tak dapat menyerupaiku” (H.R Tirmidzi, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad)

“Barangsiapa melihatku di dalam mimpi, maka ia benar benar telah melihat diriku karena setan tidak dapat menyerupaiku”.
’Kulab (salah seorang periwayat hadist ini) berkata, ‘Saya pernah bercerita kepada Ibnu Abbas bahwa saya telah melihat Rasulullah (didalam mimpi). Lalu saya teringat kepada Hasan bin Ali dan saya katakan bahwa Hasan mirip dengan Raslullah Shallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Maka, Ibnu Abbas berkata,”Hasan memang menyerupai Rasulullah ” (HR Tirmidzi, Ahmad dan Hakim)

Kaum Muslimin Rahimakumullah
Allah Ta’ala berfirman dalam Hadits Qudsi:
مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ
Barang siapa memusuhi Waliku, maka ku umumkan bahwa aku berperang dengannya (HR. Bukhari).

Abu Said Abdullah ibn Abi Asrun (w. 585 H.), seorang imam dari Mazhab Syafii, berkata, di awal perjalananku mencari ilmu agama, aku bergabung dengan Ibn al-Saqa, seorang pelajar di Madrasah Nizamiyyah, dan kami sering mengunjungi orang-orang saleh. Aku mendengar bahwa di Baghdad ada orang bernama Yusuf al-Hamadani yang dikenal dengan sebutan al-Ghawts. Ia bisa muncul dan menghilang kapan saja sesuka hatinya.
Maka aku memutuskan untuk mengunjunginya bersama Ibn al-Saqa dan Syaikh Abdul Qadir Jailani, yang pada waktu itu masih muda. Ibn al-Saqa berkata, Apabila bertemu dengan Yusuf al-Hamadani, aku akan menanyakan suatu pertanyaan yang jawabannya tak akan ia ketahui.

Aku menimpali, Aku juga akan menanyakan satu pertanyaan dan aku ingin tahu apa yang akan ia katakan.
Sementara Syaikh Abdu-Qadir Jailani berkata, Ya Allah, lindungilah aku dari menanyakan suatu pertanyaan kepada seorang suci seperti Yusuf al-Hamadani Aku akan menghadap kepadanya untuk meminta berkah dan ilmu ketuhanannya.
Maka, kami pun memasuki majelisnya. Ia sendiri terus menutup diri dari kami dan kami tidak melihatnya hingga beberapa lama. Saat bertemu, ia memandang kepada Ibn al-Saqa dengan marah dan berkata, tanpa ada yang memberitahu namanya sebelumnya, Wahai Ibn al-Saqa, bagaimana kamu berani menanyakan pertanyaan kepadaku dengan niat merendahkanku? Pertanyaanmu itu adalah ini dan jawabannya adalah ini!
 dan ia melanjutkan, Aku melihat api kekufuran menyala di hatimu.
Kemudian ia melihat kepadaku dan berkata, Wahai hamba Allah, apakah kamu menanyakan satu pertanyaan kepadaku dan menunggu jawabanku? Pertanyaanmu itu adalah ini dan jawabannya adalah ini. Biarlah orang-orang bersedih karena tersesat akibat ketidaksopananmu kepadaku.

Kemudian ia memandang kepada Syaikh Abdul Qadir Jailani, mendudukkannya bersebelahan dengannya, dan menunjukkan rasa hormatnya. Ia berkata, Wahai Abdul Qadir, kau telah menyenangkan Allah dan Nabi-Nya dengan rasa hormatmu yang tulus kepadaku. Aku melihatmu kelak akan menduduki tempat yang tinggi di kota Baghdad. Kau akan berbicara, memberi petunjuk kepada orang-orang, dan mengatakan kepada mereka bahwa kedua kakimu berada di atas leher setiap wali. Dan aku hampir melihat di hadapanku setiap wali pada masamu memberimu hak lebih tinggi karena keagungan kedudukan spiritualmu dan kehormatanmu.

Ibn Abi Asrun melanjutkan, Kemasyhuran Abdul Qadir makin meluas dan semua ucapan Syaikh al-Hamadani tentangnya menjadi kenyataan hingga tiba waktunya ketika ia mengatakan, Kedua kakiku berada di atas leher semua wali. Syaikh Abdul Qadir menjadi rujukan dan lampu penerang yang memberi petunjuk kepada setiap orang pada masanya menuju tujuan akhir mereka.
Berbeda keadaannya dengan Ibn Saqa. Ia menjadi ahli hukum yang terkenal. Ia mengungguli semua ulama pada masanya. Ia sangat suka berdebat dengan para ulama dan mengalahkan mereka hingga Khalifah memanggilnya ke lingkungan istana. Suatu hari Khalifah mengutus Ibn Saqa kepada Raja Bizantium, yang kemudian memanggil semua pendeta dan pakar agama Nasrani untuk berdebat dengannya. Ibn al-Saqa sanggup mengalahkan mereka semua. Mereka tidak berdaya memberi jawaban di hadapannya. Ia mengungkapkan berbagai argumen yang membuat mereka tampak seperti anak-anak sekolahan.
Kepandaiannya mempesona Raja Bizantium itu yang kemudian mengundangnya ke dalam pertemuan pribadi keluarga Raja. Pada saat itulah ia melihat putri raja. Ia jatuh cinta kepadanya, dan ia pun melamar sang putri untuk dinikahinya. Sang putri menolak kecuali dengan satu syarat, yaitu Ibn Saqa harus menerima agamanya. Ia menerima syarat itu dan meninggalkan Islam untuk memeluk agama sang putri, yaitu Nasrani. Setelah menikah, ia menderita sakit parah sehingga mereka melemparkannya ke luar istana. Jadilah ia peminta-minta di dalam kota, meminta makanan kepada setiap orang meski tak seorang pun memberinya.

Suatu hari seseorang melihat Ibnu al-Saqa. Orang yang bertemu dengan Ibn al-Saqa itu menceritakan bahwa ia bertanya kepadanya, Apa yang terjadi kepadamu?
Ibn al-Saqa menjawab, Aku terperosok ke dalam godaan.

Orang itu bertanya lagi, Adakah yang kau ingat dari Al Quran Suci?
Ibnu al-Saqa menjawab, Aku ingat ayat yang berbunyi, Sering kali orang-orang kafir itu menginginkan sekiranya saja dulu mereka itu menjadi orang Islam(Q.S. al-Hijr [15]: 2).
Orang itu menceritakan ibnu al-Saqa gemetar seakan-akan sedang meregang nyawa. Aku berusaha memalingkan wajahnya ke Ka’bah, tetapi ia terus saja menghadap ke timur. Sekali lagi aku berusaha mengarahkannya ke Ka’bah, tetapi ia kembali menghadap ke timur. Hingga tiga kali aku berusaha, namun ia tetap menghadapkan wajahnya ke timur. Kemudian, bersamaan dengan keluarnya ruh dari jasadnya, ia berkata, Ya Allah, inilah akibat ketidakhormatanku kepada wali-Mu, Yusuf al-Hamadani.
Sementara salah satu orang yang dulu menemui syaikh al-Hamadani, Ibn Abi Asrun menceritakan, Sementara aku sendiri mengalami kehidupan yang berbeda. Aku datang ke Damaskus dan raja di sana, Nuruddin al-Syahid, memintaku untuk mengurusi bidang agama, dan aku menerima tugas itu. Sebagai hasilnya, dunia datang dari setiap penjuru: kekayaan, makanan, kemasyhuran, uang, dan kedudukan selama sisa hidupku. Itulah apa yang diramalkan oleh al-Ghawts Yusuf al-Hamadani untukku.

Dari cerita di atas dapat kita ambil pelajaran, bahwa keburukan adab di hadapan seorang wali Allah saja, bisa menyebabkan hilangnya iman, maka bagaimana lagi terhadap orang yang mendustakan dan mengolok2 para Wali Allah, apa lagi menganggap mereka sebagai orang2 sesat.
Imam Ghazali berkata: Barangsiapa yg tak mampu menjadi wali Allah, maka hendaklahh ia mencintai dan percaya terhadap para Wali Allah, maka dengan demikian semoga kelak ia dibangkitkan di padang mahsyar bersama orang2 yg dicintainya yaitu para wali Allah tersebut.
Akhirnya, Mudah2an kita semua tidak termasuk orang yg memusuhi para Wali Allah, sehingga diperangi oleh Allah. Dan semoga Institut kita Ini, tidak hanya melahirkan ulama yg intelek dan intelek yg ulama, tetapi juga memunculkan ulama yg wali Allah. Sungguh hal itu mudah saja bagi Allah karena Dia ‘ala kulli syai’in Qadiir.
Demikian khutbah ini, semoga ada manfaatnya bagi kita semua. Amin ya Rabbal alamin
بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم. ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم. وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم. وأستغفر الله لي ولكم ولوالدي ولوالديكم ولسائر المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات فاستغفروه فيا فوز المستغفرين ويا نجاة التائبين.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar