Rabu, 30 Maret 2011

Biografi Singkat Sayyidi asy-Syaikh Zaini



الشيخ محمد زيني بن عبد الغني
 
Syaikhuna al-Alim al-Allamah Muhammad Zaini bin al-Arif billah Abdul Ghani bin 
Abdul Manaf bin Muhammad Seman bin Muhammad Sa'ad bin Abdullah bin al-Mufti 
Muhammad Khalid bin al-Alim al-Allamah al-Khalifah Hasanuddin bin Syaikh 
Muhammad Arsyad al-Banjari.
 
Alimul Allamah Asy Syekh Muhammad Zaini Ghani yang selagi kecil dipanggil 
dengan nama Qusyairi adalah anak dari perkawinan Abdul Ghani bin H Abdul Manaf 
dengan Hj Masliah binti H Mulya. Muhammad Zaini Ghani merupakan anak pertama, 
sedangkan adiknya bernama H Rahmah.
 
Beliau dilahirkan di Tunggul Irang, Dalam Pagar, Martapura pada malam Rabu 
tanggal 27 Muharram 1361 H bertepatan dengan tanggal 11 Februari 1942 M.
 
Diceriterakan oleh Abu Daudi, Asy Syekh Muhammad Ghani sejak kecil selalu 
berada di samping ayah dan neneknya yang bernama Salbiyah. Kedua orang ini yang 
memelihara Qusyairi kecil. Sejak kecil keduanya menanamkan kedisiplinan dalam 
pendidikan. Keduanya juga menanamkan pendidikan tauhid dan akhlak serta belajar 
membaca Alquran. Karena itulah, Abu Daudi meyakini, guru pertama dari Alimul 
Allamah Asy Syekh Muhammad Zaini Ghani adalah ayah dan neneknya sendiri.
 
Semenjak kecil beliau sudah digembleng orang tua untuk mengabdi kepada ilmu 
pengetahuan dan ditanamkan perasaan cinta kasih dan hormat kepada para ulama. 
Guru Sekumpul sewaktu kecil sering menunggu al-Alim al-Fadhil Syaikh Zainal 
Ilmi yang ingin ke Banjarmasin hanya semata-mata untuk bersalaman dan mencium 
tangannya.
 
Pada tahun 1949 saat berusia 7 tahun, beliau mengikuti pendidikan "formal" 
masuk ke Madrasah Ibtidaiyah Darussalam, Martapura. Guru-guru beliau pada masa 
ini antara lain, Guru Abdul Muiz, Guru Sulaiman, Guru Muhammad Zein, Guru H. 
Abdul Hamid Husain, Guru H. Rafi'i, Guru Syahran, Guru Husin Dahlan, Guru H. 
Salman Yusuf. Kemudian tahun 1955 pada usia 13 tahun, beliau melanjutkan 
pendidikan ke Madrasah Tsanawiyah Darussalam, Martapura. Pada masa ini beliau 
sudah belajar dengan Guru-guru besar yang spesialist dalam bidang keilmuan 
seperti al-Alim al-Fadhil Sya'rani Arif, al-Alim al-Fadhil Husain Qadri, 
al-Alim al-Fadhil Salim Ma'ruf, al-Alim al-Allamah Syaikh Seman Mulya, al-Alim 
Syaikh Salman Jalil, al-Alim al-Fadhil Sya'rani Arif, al-Alim al-Fadhil 
al-Hafizh Syaikh Nashrun Thahir, dan KH. Aini Kandangan. Tiga yang terakhir 
merupakan guru beliau yang secara khusus untuk pendalaman Ilmu Tajwid.
 
Kalau kita cermati deretan guru-guru beliau pada saat ini adalah tokoh-tokoh 
besar yang sudah tidak diragukan lagi tingkat keilmuannya. Dari yang saya kenal 
saja secara khusus adalah KH. Husin Qadri lewat buku-buku beliau seperti 
Senjata Mukmin yang banyak dicetak di Kal-Sel. Sedangkan al-Alim al-Allamah 
Seman Mulya, dan al-Alim Syaikh Salman Jalil, sempat kita temui ketika masih 
hidup. Syaikh Seman Mulya adalah pamanda beliau yang secara intensif mendidik 
beliau baik ketika berada di sekolah maupun di luar sekolah. Dan ketika 
mendidik Guru Sekumpul, Guru Seman hampir tidak pernah mengajarkan langsung 
bidang-bidang keilmuan itu kepada beliau kecuali di sekolahan. Tapi Guru Seman 
langsung mengajak dan mengantarkan beliau mendatangi tokoh-tokoh yang terkenal 
dengan sepesialisasinya masing-masing baik di daerah Kal-Sel (Kalimantan) 
maupun di Jawa untuk belajar. Seperti misalnya ketika ingin mendalami Hadits 
dan Tafsir, guru Seman mengajak (mengantarkan) beliau kepada al-Alim al-Allamah 
Syaikh Anang Sya'rani yang terkenal sebagai muhaddits dan ahli tafsir. Menurut 
Guru Sekumpul sendiri, di kemudian hari ternyata Guru Tuha Seman Mulya adalah 
pakar di semua bidang keilmuan Islam itu. Tapi karena kerendahan hati dan 
tawadhu tidak menampakkannya ke depan khalayak.
 
Sedangkan al-Alim al-Allamah Salman Jalil adalah pakar ilmu falak dan ilmu 
faraidh. (Pada masa itu, hanya ada dua orang pakar ilmu falak yang diakui 
ketinggian dan kedalamannya yaitu beliau dan al-marhum KH. Hanafiah Gobet). 
Selain itu, Salman Jalil juga adalah Qhadi Qudhat Kalimantan dan salah seorang 
tokoh pendiri IAIN Antasari Banjarmasin. Beliau ini pada masa tuanya kembali 
berguru kepada Guru Sekumpul sendiri. Peristiwa ini yang beliau contohkan 
kepada kami agar jangan sombong, dan lihatlah betapa seorang guru yang alim 
besar tidak pernah sombong di hadapan kebesaran ilmu pengetahuan, meski yang 
sekarang sedang menyampaikannya adalah muridnya sendiri.
 
Selain itu, di antara guru-guru beliau lagi selanjutnya adalah Syaikh Syarwani 
Abdan (Bangil) dan al-Alim al-Allamah al-Syaikh al-Sayyid Muhammad Amin Kutbi. 
Kedua tokoh ini biasa disebut Guru Khusus beliau, atau meminjam perkataan 
beliau sendiri adalah Guru Suluk (Tarbiyah al-Shufiyah). Dari beberapa guru 
beliau lagi adalah Kyai Falak (Bogor), Syaikh Yasin bin Isa Padang (Makkah), 
Syaikh Hasan Masyath, Syaikh Ismail al-Yamani, dan Syaikh Abdul Kadir al-Bar. 
Sedangkan guru pertama secara ruhani adalah al-Alim al-Allamah Ali Junaidi 
(Berau) bin al-Alim al-Fadhil Qadhi Muhammad Amin bin al-Alim al-Allamah Mufti 
Jamaludin bin Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari, dan al -Alim al-Allamah 
Muhammad Syarwani Abdan Bangil. (Selain ini, masih banyak tokoh lagi di mana 
sebagiannya sempat saya catat dan sebagian lagi tidak sempat karena waktu itu 
beliau menyebutkannya dengan sangat cepat. Sempat saya hitung dalam jumblah 
kira-kira, guru beliau ada sekitar 179 orang sepesialis bidang keilmuan Islam 
terdiri dari wilayah Kalimantan sendiri, dari Jawa-Madura, dan dari Makkah).
 
Gemblengan ayah dan bimbingan intensif pamanda beliau semenjak kecil 
betul-betul tertanam. Semenjak kecil beliau sudah menunjukkan sifat mulia; 
penyabar, ridha, pemurah, dan kasih sayang terhadap siapa saja. Kasih sayang 
yang ditanamkan dan juga ditunjukkan oleh ayahnda beliau sendiri. Seperti 
misalnya suatu ketika hujan turun deras sedangkan rumah beliau sekeluarga sudah 
sangat tua dan reot. Sehingga air hujan merembes masuk dari atap-atap rumah. 
Pada waktu itu, ayah beliau menelungkupi beliau untuk melindungi tubuhnya dari 
hujan dan rela membiarkan dirinya sendiri tersiram hujan.
 
Abdul Ghani bin Abdul Manaf, ayah dari Syekh Muhammad Ghani juga adalah seorang 
pemuda yang shalih dan sabar dalam menghadapi segala situasi dan sangat kuat 
dengan menyembunyikan derita dan cobaan. Tidak pernah mengeluh kepada siapapun. 
Cerita duka dan kesusahan sekaligus juga merupakan intisari kesabaran, dorongan 
untuk terus berusaha yang halal, menjaga hak orang lain, jangan mubazir, bahkan 
sistem memenej usaha dagang beliau sampaikan kepada kami lewat cerita-cerita 
itu.
 
Beberapa cerita yang masih saya ingat. Sewaktu kecil mereka sekeluarga yang 
terdiri dari empat orang hanya makan satu nasi bungkus dengan lauk satu biji 
telur, dibagi empat. Tak pernah satu kalipun di antara mereka yang mengeluh. 
Pada masa-masa itu juga, ayahnda beliau membuka kedai minuman. Setiap kali ada 
sisa teh, ayahnda beliau selalu meminta izin kepada pembeli untuk diberikan 
kepada beliau. Sehingga kemudian sisa-sisa minuman itu dikumpulkan dan 
diberikan untuk keluarga. Adapun sistem mengatur usaha dagang, beliau sampaikan 
bahwa setiap keuntungan dagang itu mereka bagi menjadi tiga. Sepertiga untuk 
menghidupi kebutuhan keluarga, sepertiga untuk menambah modal usaha, dan 
sepertiga untuk disumbangkan. Salah seorang ustazd kami pernah mengomentari hal 
ini, "bagaimana tidak berkah hidupnya kalau seperti itu." Pernah sewaktu kecil 
beliau bermain-main dengan membuat sendiri mainan dari gadang pisang. Kemudian 
sang ayah keluar rumah dan melihatnya. Dengan ramah sang ayah menegur beliau, 
"Nak, sayangnya mainanmu itu. Padahal bisa dibuat sayur." Beliau langsung 
berhenti dan menyerahkannya kepada sang ayah.
 
Beberapa Catatan lain berupa beberapa kelebihan dan keanehan:
Beliau sudah hapal al-Qur`an semenjak berusia 7 tahun. Kemudian hapal tafsir 
Jalalain pada usia 9 tahun. Semenjak kecil, pergaulan beliau betul-betul 
dijaga. Kemanapun bepergian selalu ditemani (saya lupa nama sepupu beliau yang 
ditugaskan oleh Syaikh Seman Mulya untuk menemani beliau). Pernah suatu ketika 
beliau ingin bermain-main ke pasar seperti layaknya anak sebayanya semasa 
kecil. Saat memasuki gerbang pasar, tiba-tiba muncul pamanda beliau Syaikh 
Seman Mulya di hadapan beliau dan memerintahkan untuk pulang. Orang-orang tidak 
ada yang melihat Syaikh, begitu juga sepupu yang menjadi "bodyguard' beliau. 
Beliaupun langsung pulang ke rumah.
 
Pada usia 9 tahun pas malam jum'at beliau bermimpi melihat sebuah kapal besar 
turun dari langit. Di depan pintu kapal berdiri seorang penjaga dengan jubah 
putih dan di gaun pintu masuk kapal tertulis "Sapinah al-Auliya". Beliau ingin 
masuk, tapi dihalau oleh penjaga hingga tersungkur. Beliaupun terbangun. Pada 
malam jum'at berikutnya, beliau kembali bermimpi hal serupa. Dan pada malam 
jum'at ketiga, beliau kembali bermimpi serupa. Tapi kali ini beliau 
dipersilahkan masuk dan disambut oleh salah seorang syaikh. Ketika sudah masuk, 
beliau melihat masih banyak kursi yang kosong.
 
Ketika beliau merantau ke tanah Jawa untuk mencari ilmu, tak disangka tak 
dikira orang yang pertama kali menyambut beliau dan menjadi guru adalah orang 
yang menyambut beliau dalam mimpi tersebut. (Sayang saya lupa nama syaikh 
tersebut, semoga saja beberapa kawan dan anggota jamaah yang juga hadir sewaktu 
pengajian umum di PP. Al-Falah, Banjarbaru, Kal-Sel saat itu ada yang bisa 
mengingatkan saya nama syaikh tersebut).
 
Salah satu pesan beliau tentang karamah adalah agar kita jangan sampai tertipu 
dengan segala keanehan dan keunikan. Karena bagaimanapun juga karamah adalah 
anugrah, murni pemberian, bukan suatu keahlian atau skill. Karena itu jangan 
pernah berpikir atau berniat untuk mendapatkan karamah dengan melakukan ibadah 
atau wiridan-wiridan. Dan karamah yang paling mulia dan tinggi nilainya adalah 
istiqamah di jalan Allah itu sendiri. Kalau ada orang mengaku sendiri punya 
karamah tapi shalatnya tidak karuan, maka itu bukan karamah, tapi "bakarmi" 
(orang yang keluar sesuatu dari duburnya).
 
Selain sebagai ulama yang ramah dan kasih sayang kepada setiap orang, beliau 
juga orang yang tegas dan tidak segan-segan kepada penguasa apabila menyimpang. 
Karena itu, beliau menolak undangan Soeharto untuk mengikuti acara halal bil 
halal di Jakarta. Begitu juga dalam pengajian-pengajian, tidak kurang-kurangnya 
beliau menyampaikan kritikan dan teguran kepada penguasa baik Gubernur, Bupati 
atau jajaran lainnya dalam suatu masalah yang beliau anggap menyimpang atau 
tidak tepat.
 
Kemarin, Rabu 10 Agustus 2005 jam 05.10 pagi beliau telah berpulang ke 
rahmatullah pada usia 63 tahun. Dulu almarhum Guru Ayan (Rantau), salah seorang 
syaikh yang dikenal kasyaf pernah menyampaikan bahwa kehidupan Syaikh M. Zaini 
Ghani itu seperti Nabi. Bahkan usia beliau pun sama seperti usia Nabi. Salah 
seorang murid dekat Guru Ayan, yaitu M. Yunus (kaka kelas saya di PP. Alfalah) 
pernah mencoba melihat-lihat ciri-ciri hissiyahnya. Salah satu yang menjadi 
sorotannya adalah kepindahan Beliau dari Keraton Martapura ke wilayah Sekumpul 
seperti Rasulullah s.a.w. hijrah (dan beberapa hal lainnya). Dan sekarang, 
ucapan tersebut terbukti. Kebetulan? Wallahu A'lam.
 
Beberapa karamah dan riwayat hidup beliau yang lain bisa dibaca dari 
pemberitaan dan tulisan-tulisan di http://www.indomedia.com/bpost dan di 
www.radarbanjar.com. Apa yang saya tulis di sini sebagian besar langsung saya 
dapatkan sendiri dari penuturan beliau dan apa yang saya lihat secara langsung. 
Rahimakallah ya Syaikh. 

Selasa, 29 Maret 2011

Mandi-mandi Sunnat

  1. Mandi Jum’at
  2. Mandi karena memandikan mayit
  3. Mandi Hari Raya Fitri
  4. Mandi Hari Raya Adhha
  5. Mandi Istisqa
  6. Mandi Gerhana Matahari
  7. Mandi Gerhana Bulan
  8. Mandi Mu’allaf
  9. Mandi setelah sadar dari gila
  10. Mandi setelah sadar dari pingsan
  11. Mandi setelah sadar dari mabuk
  12. Mandi ihram
  13. Mandi untuk masuk tanah haram
  14. Mandi untuk masuk makkah
  15. Mandi untuk masuk ka’bah
  16. Mandi untuk wuquf di Arafah
  17. Mandi untuk berada di masy’aril haram (Gunung Qozah)
  18. Mandi untuk bermalam di Muzdalifah (menurut pendapat yang lemah)
  19. Mandi setiap hari untuk melontar jumrah yang tiga
  20. Mandi untuk tawaf (menurut pendapat yang lemah)
  21. Mandi sebelum masuk Madinaturrasul
  22. Mandi setelah berbekam (basungu)
  23. Mandi setelah bekop.
  24. Mandi dengan air hangat setelah keluar dari pemandian umum.
  25. Mandi untuk masuk masjid (mandi I’tikaf)
  26. Mandi untuk azan
  27. Mandi setiap malam bulan Ramadhan
  28. Mandi setelah bercukur bulu kemaluan
  29. Mandi setelah bercukur rambut (bagundul)
  30. Mandi setelah mencabut bulu ketiak
  31. Mandi setelah menggunting kumis
  32. Mandi karena baligh dengan umur
  33. Mandi karena baligh dengan mimpi
  34. Mandi selesai masa ‘iddah
  35. Mandi setiap hari ketika mengalirnya air di lembah
  36. Mandi untuk setiap pertemuan kebaikan dan pertemuan mubah/boleh
  37. Mandi karena berubah bau badan

Adapun lafaz niatnya, maka cukup dilafazkan dengan bahasa masing-masing. Yang penting, niat itu jangan hilang pada siraman yang pertama.

Sumber:
Bughyatul Mustarsyidin h. 28-29.
Hasyiyah al Baajuurii j.1 h. 79-82.

Bacaan Menyapu Muka setelah Salam
أشهد أن لا إله إلا هو الرحمن الرحيم اللهم أذهب عني الهمّ والحزن
“Aku bersaksi bahwa tiada tuhan Selain Dia, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ya Allah, Hilangkanlah dari diriku gundah, dan dukacita .”






Teks Khutbah Jumat (Memperbaiki Hati)


الحمد لله الذي صرف الأمور بتدبيره وعدل تركيب الخلق فأحسن في تصويره، وزيّن صورة الإنسان بحسن تقويمه وتقديره، وحرسه من الزيادة والنقصان في شكله ومقاديره، وفوّض تحسين الأخلاق إلى اجتهاد العبد وتشميره واستحثه على تهذيبها بتخويفه وتحذيره، وسهّل على خواص عباده تهذيب الأخلاق بتوفيقه وتيسيره، وامتنّ عليهم بتسهيل صعبه وعسيره،
أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله والصلاة والسلام على محمد عبد الله ونبيه وحبيبه وصفيه وبشيره ونذيره، الذي كان يلوح أنوار النبوة من بين أساريره، ويستشرف حقيقة الحق من مخايله وتباشيره، وعلى آله وأصحابه الذين طهروا وجه الإسلام من ظلمة الكفر ودياجيره، وحسَمُوا مادة الباطل فلم يتدنسوا بقليله ولا بكثيره. أمّا بعد، فيا عباد الله اتقوا الله، اتقوا الله ما استطعتم فقد فاز من اتقى.
Saudara-saudara rahimakumullah
Dalam kesempatan Jumat yang mulia ini, kami mengajak kepada seluruh hadirin dan diri kami sendiri untuk selalu meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Swt, yaitu dengan melaksanakan seluruh perintah Allah zahir dan batin dan meninggalkan seluruh larangan Allah zahir dan batin.
Saudara-saudara rahimakummullah
Allah telah mentaqdirkan bahwa setiap anggota jasmani kita mungkin akan mengalami berbagai macam penyakit, mata mungkin akan rabun atau buta, telinga mungkin akan tuli, lidah mungkin akan kelu, lambung mungkin akan terasa perih, ginjal mungkin akan gagal berfungsi, jantung mungkin akan mengalami gangguan, tekanan dan gula darah serta kolesterol mungkin akan menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah. Demikianlah tidak ada satu anggota tubuh kitapun yang dapat terjamin  tidak akan diserang berbagai macam penyakit. Sebagian kita rajin memeriksakan kesehatan agar dapat terhindar sedapat mungkin dari berbagai macam penyakit tersebut.
Namun dari itu, pernahkah kita memeriksakan kesehatan hati kita. Apakah tidak mungkin hati kita juga diserang oleh berbagai macam penyakit yang jauh lebih berbahaya dari penyakit-penyakit zahir. Sebab penyakit-penyakit zahir hanya membahayakan pada waktu hidup di dunia saja, tetapi penyakit hati akan membahayakan sampai ke negeri akhirat dan akan menghalangi seorang hamba untuk dapat masuk ke dalam surga. Allah Swt berfirman:
88. (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,
89. kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,

Penyakit yang kami maksud adalah penyakit-penyakit batin seperti, sombong, bangga diri, riya, sum’ah, cinta pangkat, cinta dunia, dengki, memelihara permusuhan (dendam), selalu gelisah, duka cita dan lain-lain. Apakah hati kita aman dari terjangkit penyakit-penyakit tersebut?
Lalu, bagaimanakah caranya memeriksa kesehatan hati atau mendeteksi penyakit-penyakit hati yang mungkin sudah bersarang sekian lama?
Saudara-saudara rahimakumullah
Ketahuilah, bahwa jika Allah Swt. Menginginkan seorang hamba menjadi baik, niscaya Ia akan memperlihatkannya aib-aib dirinya sendiri. Karena jika seseorang mengetahui aibnya sendiri, ia mungkin akan berusaha untuk memperbaiki aib tersebut. Tetapi sayangnya, banyak orang masa bodoh dengan aibnya sendiri, tetapi sangat teliti dalam melihat kesalahan kecil orang lain. Seperti peribahasa nyamuk di seberang lautan kelihatan, gajah di pelupuk mata tidak kelihatan.
Al-Imam Hujjatul islam Muhammad bin Muhammd bin Muhammad al-Ghazali menerangkan bahwa ada empat cara, jika kita ingin mengetahui kekurangan-kekurangan diri. Pertama, kita pergi menghadap kepada seorang syaikh yang bijak yang dapat melihat aib-aib diri kita yang selanjutnya akan memberikan cara untuk menghilangkannya. Para ahli tashawwuf menyebut syaikh macam ini sebagai syaikh Murabbi Mursyid. Imam Ghazali mengatakan sulit mencari syaikh seperti ini pada zaman sekarang yaitu pada abad VI Hijriyyah. Bagaimanatah lagi pada abad ke XV Hijriyyah ini. Kedua, hendaklah kita  mencari shahabat sejati  yang taat beragama, apabila ada sesuatu yang tidak ia sukai pada diri kita, ia akan mengoreksi dan membetulkan. Sangat mungkin koreksi yang ia lakukan menyebabkan menetesnya airmata penyesalan dan taubat. Inilah maksud dari pepatah Arab
صديقك من أبكاك لا من أضحكك
“Sahabat sejatimu adalah yang membuat engkau menangis karena memperlihatkan kepadamu kekurangan-kekurangan dirimu, bukan yang membuatmu tertawa dengan selalu memuji dan menyanjungmu tetapi tutup mata akan kekuranganmu”.

Ketiga, mengambil faedah untuk mengetahui kekurangan-kekurangan diri dari lidah musuh atau orang yang tidak menyukai kita, karena orang yang membenci sangat akurat dalam melihat kekurangan orang yang dibencinya. Sebagaimana diungkapkan oleh syiir shufi,
وعين الرضا عن كل عيب كليلة وعين السخط تبدي مساويا
Mata keridhaan itu abai akan segala aib, tetapi mata kebencian akan dapat mencari kesalahan-kesalahan.
Betapa banyak orang, yang lebih banyak dapat mengambil manfaat dari mulut musuhnya dibanding dari mulut sahabatnya. Karena seorang sahabat seringkali sungkan untuk mengoreksi sahabatnya.
Keempat, Hendaklah kita bergaul dengan orang-orang, maka setiap kali kita melihat sesuatu yang tercela pada mereka, kita mengganggap bahwa cela itu sebenarnya adalah pada diri kita. Sebab المؤمن مرآة المؤمن  seorang mukmin itu adalah cermin bagi mukmin yang lain, sehingga ia melihat aib orang lain sebagai aibnya sendiri. Seandainya setiap orang menganggap aib orang lain adalah aibnya sendiri, niscaya mereka tidak memerlukan seorang yang mengajarkan etika.
Cara kedua sampai keempat di atas adalah bagi orang yang tidak menemukan seorang syaikh yang bijak, arif, cerdik dan mengetahui dengan kekurangan-kekurangan diri. Adapun jika sudah menemukan syaikh seperti ini, maka hendaklah kita selalu mengikuti segala petuahnya.
Saudara-saudara rahimakumullah
Sebenarnya ada satu lagi cara untuk memperbaiki diri, yaitu dengan memperbanyak membaca sholawat kepada Nabi Muhammad Saw,  Tertulis dalam kitab كفاية الأتقياء. Bahwa, memperbanyak membaca sholawat dapat menggantikan peranan seorang syaikh murabbi mursyid. Hal ini telah dibuktikan oleh banyak orang. Betapa banyak syaikh yang mendapat keistimewaan berupa futuh dari Allah tanpa pimpinan seorang syaikh murabbi mursyid, tetapi hanya dengan memperbanyak sholawat dalam setiap keadaan. Perhatikan sebuah hadits yang dianggap hasan shahih oleh imam turmuzi berikut ini:
عَنْ الطُّفَيْلِ بْنِ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ذَهَبَ ثُلُثَا اللَّيْلِ قَامَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا اللَّهَ اذْكُرُوا اللَّهَ جَاءَتْ الرَّاجِفَةُ تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ جَاءَ الْمَوْتُ بِمَا فِيهِ جَاءَ الْمَوْتُ بِمَا فِيهِ قَالَ أُبَيٌّ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُكْثِرُ الصَّلَاةَ عَلَيْكَ فَكَمْ أَجْعَلُ لَكَ مِنْ صَلَاتِي فَقَالَ مَا شِئْتَ قَالَ قُلْتُ الرُّبُعَ قَالَ مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ قُلْتُ النِّصْفَ قَالَ مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ قَالَ قُلْتُ فَالثُّلُثَيْنِ قَالَ مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ قُلْتُ أَجْعَلُ لَكَ صَلَاتِي كُلَّهَا قَالَ إِذًا تُكْفَى هَمَّكَ وَيُغْفَرُ لَكَ ذَنْبُكَ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ

Dari Thufail bin Ubay bin Ka’ab dari ayahnya Ubay bin Ka’ab, bahwa Ka’ab berkata, Rasulullah Saw biasa apabila sudah sampai sepertiga malam akhir, beliau bangun dan berkata,”wahai manusia, ingatlah Allah, ingatlah Allah, sungguh akan datang tiupan sangkakala pertama yang mengguncangkan alam, yang diikuti oleh tiupan kedua, akan datang kematian dengan segala konsekuensinya, akan datang kematian dengan segala konsekuensinya, Ubay berkata: aku bertanya, “wahai Rasulullah! Aku ini memperbanyak sholawat kepadamu, berapa lamakah semestinya aku bersholawat kepada-Mu, Rasulullah Saw menjawab, terserah kamu, aku berkata: seperempat malam? Rasulullah Saw menjawab, Terserah kamu, jika engkau tambah itu lebih baik untuk mu. Aku berkata lagi, setengah malam, beliau menjawab terserah kamu, jika engkau tambah itu lebih baik untukmu, aku berkata, kalau begitu dua pertiga malam, beliau menjawab terserah kamu, jika engkau tambah itu lebih baik untukmu, kalau begitu, aku akan jadikan seluruh malam untuk bersholawat kepada-mu, Rasulullah saw, bersabda, dengan begitu, kegelisahanmu akan hilang dan dosa-dosamu akan diampuni oleh Allah Swt.
Saudara-saudara rahimakumullah
Dapat dipahami isyarat dari sabda Nabi Saw, kegelisahanmu akan hilang bahwa penyakit-penyakit hati akan hilang, sebab adakah yang menggelisahkan hati selain dari penyakit-penyakit hati.
Karena itu wahai saudara-saudaraku, perbanyaklah membaca sholawat kepada Nabi Saw, karena anda sudah tahu keistimewaan-keistimewaan sholawat. Disamping itu luangkanlah waktu kita untuk membaca kitab-kitab ilmu hati seperti ihya ulumuddin, kifayatulatqiya, risalatul muawanah, nashaih diniyyah, nashaihul ibad dan lain-lain, karena kitab-kitab seperti ini akan mengobati dan mencerahkan hati. Akhirnya, semoga Allah Swt menjadikan kita semua termasuk orang yang senantiasa memperbaiki diri dan menjaga kesehatan hati, agar kelak di surga kita dapat berjumpa Allah Zat yang laisa kamitslihi syai’. Demikianlah khutbah ini, semoga ada manfaatnya bagi kita semua. Amin.

فإذا قرئ القرآن فاستمعوا له وأنصتوا لعلكم ترحمون. أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. قد أفلح من زكّاها وقد خاب من دسّاها (sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwa dan sungguh rugi orang yang mengotorinya) بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم. ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم. وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم. وأستغفر الله لي ولكم ولوالدي ولوالديكم ولسائر المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات فاستغفروه فيا فوز المستغفرين ويا نجاة التائبين.

Teks Khuthbah Jumat 1 (Hakikat Syirik)


          الحمد لله، الحمد لله الذي بذكره تطمئن القلوب. وبفضله ورحمته تغفر الذنوب. أشهد أن لا إله إلا الله لا يشركه في ملكه أحد ولا يحصي نعمه عدد. وأشهد أن محمدا عبده ورسوله أرسله رحمة للعالمين. صلى الله على سيدنا محمد وعلى آلـــه وصحبه أهل البصر بالدين والعلم بكتاب الله المبين.
          أما بعد, فيا عباد الله رحمكم الله! أوصيكم وإياي بتقوى الله فقد فاز المتقون. اتقوا الله حق تقاته ولا تموتنّ إلا وأنتم مسلون.
معاشر المسلمين رحمكم الله!
            Marilah kita semua meningkatkan taqwa kepada Allah, yaitu dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Allah Swt. berfirman

116. Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. (QS. Annisa: 116)

Seorang ahli tafsir terkemuka, yang disepakati kepakarannya dalam bidang tafsir Qur’an, pengarang tafsir terkenal Al-Jami’ li ahkamil Qur’an, yaitu Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, di dalam menjelaskan ayat ini berkata: “maka ketahuilah bahwa ulama-ulama kita berkata : Syirik itu tiga tingkat dan seluruhnya haram. Syirik yang paling tinggi adalah keyakinan akan adanya sekutu bagi Allah pada ketuhanannya, inilah yang dimaksud dengan syirik akbar, yaitu syiriknya kaum jahiliah. Inilah yang dimaksud dalam firman Allah
(إن الله لا يغفر أن يشرك به ويغفر ما دون ذلك لمن يشاء, (Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya).
Syirik tingkat kedua adalah keyakinan akan adanya sekutu bagi Allah dalam perbuatan, yaitu keyakinan bahwa ada sesuatu selain Allah yang dapat mengadakan dan melakukan sebuah perkara dengan tidak tergantung kepada Allah, meskipun ia tidak meyakini bahwa sesuatu itu adalah tuhan seperti keyakinan kaum qadariyyah.
Syirik tingkat ketiga adalah syirik dalam ibadah atau riya, yaitu bahwa seseorang melakukan sesuatu ibadah yang diperintahkan Allah, tetapi bukan karena menjunjung perintah Allah.

Jamaah Jumat Rahimakumullah
Jika kita mencermati tiga tingkatan syirik yang dikemukakan oleh Imam al-Qurthubi tersebut, kita akan tahu bahwa syirik sesungguhnya adalah masalah hati dan keyakinan. Syirik bukanlah dosa zahir yang dapat dilihat, tetapi dosa batin yang menyangkut iktikad atau keyakinan. Kita ambil contoh sebuah perbuatan yaitu sujud. Sujudnya penyembah berhala kepada berhala merupakan kemusyrikan, tetapi sujudnya para malaikat kepada Nabi Adam merupakan sebuah ketaatan kepada Allah yang terpuji. Lalu, di mana letak perbedaan antara dua hal ini, padahal perbuatan sujudnya adalah sama. Letak perbedaan sesungguhnya adalah pada masalah iktikad atau keyakinan. Sujudnya penyembah berhala adalah didasari keyakinan bahwa berhala-berhala tersebut adalah tuhan-tuhan. Sementara sujudnya para malaikat kepada Nabi Adam adalah didasari oleh ketaatan penuh kepada perintah Allah, sehingga Iblis yang menolak melakukan hal tersebut dianggap membangkang dan kafir.
Saudara-saudara Jamaah Jumat rahimakumullah….!
Ada beberapa perbuatan yang oleh sebagian muslimin yang kurang mengerti dianggap sebagai perbuatan syirik bahkan dianggap syirik akbar yang mengeluarkan seseoranga dari Islam. Diantaranya:
1. Air doa dari orang shaleh.
            Kepercayaan terhadap khasiat air doa dari orang shaleh dianggap oleh sebagian muslimin sebagai perbuatan syirik. Tetapi kepercayaan terhadap khasiat obat dari dokter bukan kemusyrikan.  Hal ini haruslah diluruskan. Bukankah kita sudah mengetahui bahwa syirik sesungguhnya adalah dosa hati! Orang beriman kokoh memegang akidah bahwa tidak ada yang memberikan manfaat kecuali Allah sebab Allah sajalah yang bersifat النافع, dan bahwa hanya Allah yang dapat memberikan bahaya, sebab hanya Dia-lah yang bersifat الضارّ. Jika ada yang meyakini bahwa air doa dari orang shaleh itulah yang sesungguhnya menyembuhkan tanpa ada hubungan dengan Allah, maka orang itu musyrik. Demikian juga yang meyakini bahwa obat dari dokter yang sesungguhnya menyembuhkan, maka orang itupun juga musyrik. Janganlah kita menganggap bahwa obat dari dokter itu adalah hal yang ilmiah sehingga bukan kemusyrikan, sementara air doa tidak ilmiah, lalu merupakan kemusyrikan. Ilmiah tidak ilmiah, bukan itu pembeda perbuatan syirik atau tidak. Pembeda sebenarnya, sekali lagi adalah keyakinan. Betapa banyak pengobatan-pengobatan orang dahulu yang tidak ilmiah, tetapi berkhasiat paten. Diantaranya adalah berobat dengan meminum atau mengusapkan air rendaman pakaian Rasulullah Saw. Disebutkan dalam shahih Muslim hadits yang 3855 yang membicarakan tentang baju jubah Rasulullah dengan penggalan hadits sebagai berikut
 فَقَالَتْ هَذِهِ جُبَّةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْرَجَتْ إِلَيَّ جُبَّةَ طَيَالِسَةٍ كِسْرَوَانِيَّةٍ لَهَا لِبْنَةُ دِيبَاجٍ وَفَرْجَيْهَا مَكْفُوفَيْنِ بِالدِّيبَاجِ فَقَالَتْ هَذِهِ كَانَتْ عِنْدَ عَائِشَةَ حَتَّى قُبِضَتْ فَلَمَّا قُبِضَتْ قَبَضْتُهَا وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَلْبَسُهَا فَنَحْنُ نَغْسِلُهَا لِلْمَرْضَى يُسْتَشْفَى بِهَا
Yang maknanya bahwa jubah Rasulullah disimpan oleh Aisyah Ra, sesudah beliau meninggal maka jubah itu disimpan oleh saudari Aisyah, Asma. Asma berkata bahwa kami (sebagian sahabat Rasulullah) seringkali membasuh baju Rasulullah ini sebagai obat.
Berobat dengan meminum  atau mengusapkan air basuhan jubah ini tidak ilmiah, tetapi siapa berani yang mengatakan bahwa hal ini adalah syirik. Apakah mereka berani menuduh kepada syirik kepada sahabat Rasulullah Saw.
Contoh lain adalah berobat dengan campuran air liur dan tanah . sebagaimana hadits
عَنْ عَائِشَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا اشْتَكَى الْإِنْسَانُ الشَّيْءَ مِنْهُ أَوْ كَانَتْ بِهِ قَرْحَةٌ أَوْ جُرْحٌ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِإِصْبَعِهِ هَكَذَا وَوَضَعَ سُفْيَانُ سَبَّابَتَهُ بِالْأَرْضِ ثُمَّ رَفَعَهَا بِاسْمِ اللَّهِ تُرْبَةُ أَرْضِنَا بِرِيقَةِ بَعْضِنَا لِيُشْفَى بِهِ سَقِيمُنَا بِإِذْنِ رَبِّنَا
قَالَ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ يُشْفَى و قَالَ زُهَيْرٌ لِيُشْفَى سَقِيمُنَا
Berobat dengan tanah yang dicampur sedikit air liur tidak ilmiah, tetapi bukanlah kemusyrikan. Sebab Nabi kita mengajarkan kepada sahabat, apakah Rasulullah mengajarkan perbuatan syirik???
Belum lagi pengobatan orang-orang dahulu yang aneh-aneh, seperti menyembuhkan sakit gigi dengan media menempelkan paku ke dinding, atau dengan membuat paisan keminting laki dan bini yang ditempelkan ke pipi, mengobati menyamak dengan bawang tunggal, menyembuhkan ketulangan dengan menyentuh dubur pasien dengan minyak goreng, menyembuhkan sendawa anak kecil dengan hanya meniup telapak tangan anak kecil itu, membetulkan posisi bayi sungsang dengan media memutar piring putih atau bahkan meminum air rendaman batu petir milik dukun cilik ponari dan banyak lagi. Lalu apa yang salah dari semua itu, selama tidak melalui media yang diharamkan, dan selama tetap kokoh dalam memegang akidah bahwa لا نافع إلا الله yaitu bahwa tidak ada yang sesungguhnya dapat memberikan manfaat kecuali Allah. Semua itu hanya ikhtiyar, Allah saja yang menyembuhkan. Sebagaimana firman Allah وإذا مرضت فهو يشفين (dan jika aku sakit, maka Dia lah yang menyembuhkan).
2. bertabarruk dengan mencium nisan kubur seorang ulama.
Ketika wafatnya sayyidi syaikh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani, para pecinta beliau bertabarruk dengan mencium nisan beliau. Hal ini sempat menjadi ramai dan menuai tuduhan-tuduhan menyakitkan dari orang-orang yang tidak sepaham yang menuduh bahwa hal ini adalah kultus individu yang merupakan kemusyrikan.
Saudara-saudara, sekali lagi syirik adalah masalah hati. Lalu mengapa menuduh syirik perbuatan mencium nisan yang merupakan perbuatan zahir.
Memang perbuatan tabarruk dengan mencium kubur merupakan masalah khilafiah. Imam ghazali mengharamkannya dalam ihya, demikian juga Imam Nawawi. Tetapi banyak juga ulama besar yang tidak mempermasalahkannya seperti Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam ath-Thobari. Khilaf sesungguhnya terletak adalah pada masalah boleh atau tidak. Bukan pada masalah syirik atau tidak. Sebab tidak seorang ulamapun, bahkan dari kalangan yang mengharamkan, yang menganggap hal itu adalah kemusyrikan. Jika anda sepakat dengan dalil mereka yang mengharamkan, maka anda tidak boleh mengingkari mereka yang sepakat dengan dalil yang membolehkan. Karena ini adalah masalah ijtihad. Sementara, perbedaan hasil ijtihad sudah terjadi sejak zaman para sahabat.
3. Berdoa di kubur orang saleh
Berdoa di kubur orang shaleh juga seringkali dianggap kemusyrikan oleh sebagian orang. Mereka menganggap bahwa hal itu samasaja dengan berdoa kepada selain Allah. Anggapan demikian juga perlu diluruskan. Sebab mereka yang berdoa di kubur orang shaleh tidak sedikitpun berkeyakinan bahwa orang shaleh itu yang mengabulkan doa. Mereka berdoa kepada Allah dengan harapan agar Allah mengabulkan doa mereka berkat rahmat Allah yang diturunkan kepada orang shalih tersebut. Berdoa di kubur orang saleh sering dilakukan oleh ulama-ulama dahulu, bahkan dicontohkan oleh Imam Syafi’I yang berdoa untuk terkabulnya hajat di kubur Imam Besar Abu Hanifah Rahimahulllah.
وروى الخطيب في تاريخه عن علي بن ميمون رضي الله عنه أنه قال : سمعت الشافعي رضي الله عنه يقول: إني لأتبرك بأبي حنيفة أجيء إلى قبره في كل يوم يعني زائرا فإذا عرضت لي حاجة صليت ركعتين وجئت إلى قبره وسألت الله تعالى الحاجة عنده فما يبعد عني حتى تقضى وقد صح وبسند صحيح توسل الإمام الشافعي بالإمام أبي حنيفة رضي الله عنهما
Lalu apakah Imam Asy-Syafi’I telah mencontohkan kemusyrikan????

Saudara2

Akhirnya, berhati-hatilah dalam menuduh syirik. Karena menuduh syirik apalagi syirik akbar berarti menuduh kafir. Dan menuduh kafir bukan perkara remeh. Perhatikan sabda Nabi SAW
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهِ أَحَدُهُمَا
Artinya…….

Saudara 2
Sesungguhnya Rasulullah tidak pernah mengkhawatirkan umatnya terjerumus kepada kemusyrikan syirik akbar, yang paling dikhawatirkan oleh beliau bahkan adalah syirik khafi yaitu riya, yaitu beramal tidak karena Allah. Perhatikan sabda Nabi saw
وفي  سنن ابن ماجه عن شداد بن أوس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (إن أخوف ما أتخوف على أمتي الاشراك بالله أما إني لست أقول يعبدون شمسا ولا قمرا ولا وثنا ولكن أعمالا لغير الله وشهوة خفية) خرجه الترمذي الحكيم.
Artinya….

Demikian khutbah ini, semoga ada manfaatnya bagi kita semua. Amin ya Rabbal alamin
بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم. ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم. وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم. وأستغفر الله لي ولكم ولوالدي ولوالديكم ولسائر المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات فاستغفروه فيا فوز المستغفرين ويا نجاة التائبين.

الأسماء الحسنى

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
نـَسْأَلُكَ يَا مَنْ هُوَ اللهُ الَّذِيْ لآ إِلــهَ إِلاَّ هُوَ الرَّّحْمنُ الرَّحِيْمُ- اَلْمَلِكُ اْلقُدُّوْسُ السَّلاَمُ اْلمُؤْمِنُ اْلمُهَيْمِنُ اْلعَزِيْزُ اْلجَبَّارُ- اَلْمُتَكَبِّرُ اْلخَالِقُ اْلبَارِئُ اْلمُصَوِّرُ اْلغَفَّارُ اْلقَهَّارُ اْلوَهَّابُ الرَّزَّاقُ اْلفَتَّاحُ اْلعَلِيْمُ- اَلْقَابِضُ اْلبَاسِطُ اْلخَافِضُ الرَّافِعُ اْلمُعِزُّ اْلمُذِلُّ السَّمِيْعُ اْلبَصِْيرُ اْلحَكَمُ اْلعَدْلُ- اَللَّطِيْفُ اْلخَبِيْرُ- اَلْحَلِيْمُ اْلعَظِيْمُ- اَلْغَفُوْرُ الشَّكُوْرُ- اَلْعَلِيُّ اْلكَبِيْرُ الحَفِيْظُ اْلمُقِيْتُ- اَلْحَسِيْبُ اْلجَلِيْلُ- اَلْكَرِيْمُ الرَّقِيْبُ اْلمُجِيْبُ اْلوَاسِعُ اْلحَكِيْمُ اْلوَدُوْدُ اْلمَجِيْدُ اْلبَاعِثُ الشَّهِيْدُ- اَلْحَقُّ اْلوَكِيْلُ- اَلْقَوِيُّ اْلمَتِيْنُ- اَلْوَلِيُّ اْلحَمِيْدُ- اَلْمُحْصِى الْمُبْدِئُ اْلمُعِيْدُ- اَلْمُحْيِى الْمُمِيْتُ اْلحَيُّ الْقَيُّوْمُ- اَلْوَاجِدُ اْلمَاجِدُ اْلوَاحِدُ الصَّمَدُ اْلقَادِرُ اْلمُقْتــَدِرُ اْلمُقَدِّمُ اْلمُؤَخِّرُ اْلأَوَّلُ اْلآخِرُ- اَلظَّاهِرُ اْلبَاطِنُ اْلوَالِى اْلمُتَعَالِى اْلبَرُّ التَّوَّابُ اْلمُنْتــَقِمُ اْلعَفُوُّ الرَّؤُوْفُ مَالِكُ الْمُلْكِ ذُواْلجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ- اَلْمُقْسِطُ اْلجَامِعُ اْلغَنِيُّ اْلمُغْنِى اْلمَانِعُ الضَّآرُّ النَّافِعُ النُّوْرُ اْلهَادِى اْلبَدِيْعُ اْلبَاقِي- اَلْوَارِثُ الرَّشِيْدُ الصَّبُوْرُ الَّذِيْ لَيْسَ كَمِثْلِه شَيْءٌ وَّهُوَ السَّمِيْعُ اْلبَصِيْرُ اَللّهُمَّ صَلِّ أفْضَلَ الصَّلاَةِ عَلى أَسْعَدِ مَخْلُوْقَاتِكَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَّعَلى آلِه وَصَحْبِه وَسَلِّمْ عَدَدَ مَعْلُوْمَاتِكَ وَمِدَادَ كَلِمَاتِكَ كُلَّمَا ذَكَرَكَ الذَّّاكِرُوْنَ وَغَفَلَ عَنْ ذِكْرِكَ اْلغَافِلُوْنَ